Apakah kamu pernah membaca komentar dari orang terkenal atau sukses ketika ditanyai tentang bagaimana mereka menjaga interaksi dengan keluarganya di tengah-tengah kesibukannya dalam bekerja ataupun bisnis?
Mereka seringnya menjawab bahwa pertemuan ataupun interaksi dengan anggota keluarga menekankan bukan pada kuantitas atau seringnya pertemuan dengan anggota keluarganya, akan tetapi pada kualitas dari pertemuan dengan anggota keluarga tersebut.
Terus terang, saya dulu jadi kebingungan menterjemahkan bagaimana itu pertemuan dengan anggota keluarga yang berkualitas.
Apakah mereka membicarakan hal-hal yang berkualitas, yang serius, macam membicarakan masalah politik, ekonomi dan keuangan?
Ataukah dalam interanksi dengan anggota keluarga tersebut berlangsung dalam suasana yang serius, atau bagaimana..
Saya bingung sekali menterjemahkannya, hingga saya menganggap bahwa jawaban seperti itu adalah jawaban yang default, jawaban yang klise, yang akan otomatis terucap dari seseorang yang super sibuk ketika ditanyai cara mereka mengatur waktu untuk keluarga.
Hingga kemudian saya berkeluarga dan mempunyai anak.
Dan mau tidak mau, saya juga mengalami bagaimana itu cara menjalin hubungan dengan anak-anak saya.
Dan kemudian terbersit lagi jawaban default dari para orang sukses perihal hubungan berkualitas dengan anggota keluarga yang mereka jalani.
Sambil jalan, learning by doing, saya menyempatkan waktu untuk bermain dengan anak saya, menemani mereka belajar, walau kadang senewen.
Saya sudah capek kerja dan harus menemani anak-anak kecil belajar ataupun bermain adalah sumbu pendek untuk marah-marah dan senewen tingkat tinggi.
Kemudian saya mengetahui dari istri saya, bahwa anak-anak saya sangat mengidolakan saya.
Thats so mengharukan sekali..
Kemudian saya mulai terfikirkan tentang idola dan orang yang di-idola-i.
Kemudian saya sampai pada suatu kesimpulan yang sederhana tentang jawaban default, jawaban klise dari orang sukses perihal kualitas dari pertemuan dengan anggota keluarga.
Hubungan yang berkualitas dalam keluarga adalah bagaimana saya bisa memberikan teladan dalam setiap interaksi dengan mereka.
Ya, saya harus jaim, saya harus memberi contoh bagaimana bersikap yang baik dengan orang lain, bagaimana saya menghabiskan waktu untuk kegiatan yang bermanfaat dan bagaimana saya memberi contoh dalam berbicara, bersikap dan lain-lain.
Tidak mungkin kan ketika saya bersama anak-anak saya kemudian saya hanya kelesat keleset males-malesan aja.
Mereka, anak-anak, melihat orang tuanya sebagai role model, sebagai contoh untuk mereka ikuti.
Dan saya sebagai orang tua juga kemudian merasa bersalah kalau sedang bersama mereka, saya malah asyik BBM an atau asyik main-main HP.
Saya jadi berfikir bahwa apa yang saya lakukan terhadap anak-anak saya saat ini adalah apa yang akan mereka lakukan juga kepada saya ketika saya sudah menjadi tua nanti.
Walau sebenarnya saya sangat tidak ingin menjadi tua dan sakit-sakitan..
Tentunya akan sangat terasa menyakitkan, ketika saya sudah tua dan sedang terbaring sakit nanti, ketika saya sedang ingin mengobrol dengan anak saya, ternyata mereka malah asyik dengan gadget mereka, mereka malah asyik BBM an ataupun up date status yang gak penting daripada memperhatikan saya – orang tuanya – yang sedang sakit.
Sekarang anak-anak saya masih kecil.
Saya kepingin bisa dekat dengan mereka fisically dan emotionally.
Saya masih bisa memeluk meluk mereka, dan merekapun masih mau saya peluk entah itu di rumah ataupun di tempat lain, tanpa rasa malu. Karena sebentar lagi, nantinya kalau mereka sudah beranjak ABG, tentunya mereka akan mulai merasa malu untuk dipeluk orang tuanya.
Saya akan menemani mereka mengobrol dan bercerita tentang sekolahnya, tentang teman sekolahnya, tentang teman mainnya, tentang segalanya, walau ceritanya kadang sangat mbulet. Sehingga nantinya kalau mereka beranjak gede, mereka juga masih tetap mau berbagi cerita kehidupannya.
Begitulah secara sederhana saya menterjemahkan bagaimana itu hubungan yang berkualitas dengan anggota keluarga.