Friday, October 11, 2013

JOGJA ORA DIDOL


Saya suka ada gerakan Jogja Ora Didol. 

Hal ini dilakukan karena adanya pergerakan dalam pengelolaan kota Jogja.
Kota Jogja menjadi – seakan – dikomersialkan. 
Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya bangunan-bangunan mall, hotel dan real estate.

Menjamurnya pembangunan seperti itu memang suatu hal yang saat ini menjadi lumrah sebagai bagian dari parameter pertumbuhan perekonomian.
Akan tetapi pembangunan kawasan atau bangunan komersial seperti itu di banyak daerah malahan merusak tatanan social ekonomi yang sudah ada. 
 
Kalau sudah ada pembangunan mall baru, 
pasti bakalan berantakan dan terjadi kemacetan di jalanan di sekitaran mall itu, 
dan pastinya daerah resapan air juga bakalan berkurang, 
dan akhirnya akan kejadian banjir kalau musim hujan.

Demikian juga kalau ada pembangunan real estate atau perumahan baru, 
penduduk asli bakalan tergusur ke daerah pinggiran, 
kearifan local menjadi tersisihkan dan terpinggirkan, 
dan pastinya daerah resapan air juga bakalan berkurang, 
dan akhirnya akan kejadian banjir kalau musim hujan.

Jogja adalah kota yang masih mempunyai warisan budaya local yang keren, dan itu harus tetap dijaga. 
Urusan pembangunan kawasan komersial tetap harus dipantau dan diawasi secara ketat. 
Bukan oleh lembaga resmi tetapi oleh masyarakat.

Kalau yang mengawasi adalah lembaga resmi, alaaah gampanglah itu nantinya bakalan dibeli oleh pemilik modal
Kepercayaan pada lembaga resmi sudah menurun..

Gerakan Jogja Gak Didol adalah bentuk pengawasan yang terwujud atas dasar kecintaan pada kota budaya Jogjakarta.

Kita dukung pelestarian kota, jangan sampai rusak oleh kepentingan bisnis atau komerial semata.

7 comments:

eksak said...

Jogja ora didol? Mesti bentar lagi ada lagu rapnya dari JHF! Tak tunggu eaaaa ...

21 said...

mantaaab eaaa..

Rawins said...

Emang mumet sih
Bukan cuma pengelolanya, tapi pengunjungnya juga. Sering liat anak anak turun dari bus plat B malah pada lari masuk mall. Makanya aku jadi mikir, jangan jangan mereka di Jakarta malah mainnya di sawah...

22 said...

mereka survey mungkin pak, apa kira-kira sama enggak ya barang yg dijual di mal di jogja dgn mal di jakarta, atau bisa jadi mereka mau beli makanan atau snack gitu, takutnya kalau beli makanan di pinggir-pinggir jalan kan ya bisa digetok harganya tinggii..

ah namanya juga anak-anaak..

Damar said...

Sepertinya nggak dijogja saja penjajahan ekonomi terjadi Kang, hampir seluruh pelosok kampung sudah terasa efeknya. Rakyat kecil makin mengecil ddan disulap bergaya hidup konsumtif

Rawins said...

ketua rombongannya saja yang katrok. semestinya anak-anak itu diarahkan ke pasar tradisional macam sentra salak pondoh di turi atau pusat keramik di kasongan. jangan malah dilepas di mol. masih berpegang teguh pada modernisasi kali, makanya yang berbau tradisional dipandang sebelah mata

23 said...

@pakies
iya pak, kasian ya pak yaa..

@raw
antara iya dan tidak pak..

About Me

My photo
Saya lahir di kota suci di jalur pantura, kota kretek, kota Kudus. Lahir dan besar disana, kemudian menuntut ilmu di malang dan kemudian numpang tinggal di Depok, kota pinggiran Jakarta, dan mencari nafkah di Depok dan Jakarta ibukota Indonesia