Friday, February 10, 2012

BIARLAH MASYARAKAT YANG MENGHUKUMNYA

Terjadi keributan di jalanan kecil, di perkampungan yang banyak rumah kontrakannya. Ternyata ada maling motor yang ketangkep.
Habis deh itu maling motornya dihajar berramai-ramai oleh orang sekampung. Pukulan bag-bug-bag-bug menghantam tubuh si maling motor.

Biarpun maling motor udah kelojotan koser-koser di jalanan, tetap saja masyarakat tanpa belas kasihan terus-terusan menghajarnya. Tendangan demi tendangan datang silih berganti menghujam tubuh maling motor.
Ada yang mulai memprovokasi untuk membakar si maling motor.
Tapi ternyata provokasi itu belum mendapat tanggapan dari masyarakat.
Ada di beberapa daerah, ketika maling motor ketangkep, setelah dihajar berramai-ramai, kemudian tangan dan kakinya diikat dengan kawat, dan kemudian dibakar hidup-hidup.
Ya, dibakar hidup-hidup.
Kemudian ada satu orang menyeruak, membawa parang. Meminta jalan mendekati maling motor yang tergeletak tak berdaya.
Jangan dibakar, kasian.
Kita potong aja tangannya, biar kapok, gak bisa nyuri lagi.
Orang-orang berramai-ramai menyetujui.
Orang-orang mulai memegangi tangan dari si pencuri, dan satu orang  yang membawa parang itu mulai membuka telapak tangan dari si maling. Membuka jari jemarinya.
Begitu jemari si maling terbuka, si pemegang parang meminta orang di dekatnya untuk memegangi telapak tangan si maling agar jemarinya tetap dalam keadaan terbuka.
Kemudian dia mengayunkan parangnya.
Praaaak...
Parang beradu dengan tulang jemari dan aspal.
Jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking si malingpun berlompatan lepas. Putus.
Si maling luar biasa berkelojotannya.

Tapi masyarakatpun tidak tinggal diam, dan luar biasa menindih badan si maling yang tergeletak untuk tetap diam di tempat.

Telapak tangan satunya lagi ditekan ke aspal, jemarinya dipaksa terbuka, dan...
Praaaak...
Kembali parang beradu dengan tulang jemari dan aspal.
Jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking si malingpun berlompatan lepas. Putus.
Si maling luar biasa meronta-rontanya.

Orang-orang yang memegangi dan orang yang membawa parang mulai melepaskan pegangan pada si maling.
Si maling melolong kesakitan luar biasa, berguling-guling di aspal sambil mengibaskan tangannya yang sudah tidak berjemari.
Darahpun bermuncratan kemana-mana.

Ibu-ibu kampung yang tadinya ikutan menonton berramai-ramai tidak kuasa melihat pemandangan seperti itu, dan menutupi mulutnya, membubarkan diri.
Ada juga yang merasa mual dan muntah.
Si maling tak berdaya, penuh kesakitan.
Orang-orang membubarkan diri.

Dan seperti biasanya pak polisi selalu datang terlambat, dan menjadi kaget setengah mati mendapati pemandangan yang sangat luar biasa itu.

Masyarakat mempunyai hukum sendiri yang kadang lebih kejam daripada peraturan hukum yang berlaku secara resmi.
Dan ketika hukum sudah tidak bisa lagi dipercaya, biarlah hukum masyarakat atau hukum sosial yang berlaku.

12 comments:

Rawins said...

kalo gituin koruptor berani gak..?

21inchs said...

kalo koruptor khan gak ngerugiin masyarakat secara langsung pak, kalo motor khan jelas-jelas ilange...

Una said...

ini cerita horor ya om...

21inchs said...

iya...

Nurmayanti Zain said...

horor *_*
kejam juga ya masyarakat

tumben postingannya panjang :D

stupid monkey said...

wiih, horor banged sob, tapi biar maling yg lain mikir2 juga sih :D

Unknown said...

baca sambil tutup mata :D

21inchs said...

@ nurma : sama kejamnya dgn maling...

kalo postingannya pendek ntar dikirain facebook...

@ stu : iya betul. biar menimbulkan efek jera buat malingnya...

@ kaito : terus gimana bisa baca?

eksak said...

maen2 aja, sob! skalian salam kenal perdana...
*senyum

I2-Harmony said...

Itulah yang terjadi jika hukum tidak ditegakkan. Gimana mo tegak kalo yang menegakkan juga impoten. Akhirnya masyarakat membuat hukumnya sendiri.

21inchs said...

@ eksak : terima kasiy.
akhirnya datang juga...

@ harmony : mudah-mudahan hukum masyarakat bisa bikin jera para kriminal...

ELy Meyer said...

ngeri !

About Me

My photo
Saya lahir di kota suci di jalur pantura, kota kretek, kota Kudus. Lahir dan besar disana, kemudian menuntut ilmu di malang dan kemudian numpang tinggal di Depok, kota pinggiran Jakarta, dan mencari nafkah di Depok dan Jakarta ibukota Indonesia