Tilang menilang adalah sarana atau cara pihak kepolisian untuk memberikan ‘hukuman’ kepada pengendara kendaraan bermotor yang tidak patuh pada aturan.
Sebagai pengguna kendaraan bermotor – khususnya yang tidak patuh aturan – seharusnya bisa menerima dengan lapang dada dan legowo kalau misalnya ditilang oleh pak polisi.
Akan tetapi ada sebagian pelanggar aturan yang ditilang itu menjadi sangat sebel dan ngomel-ngomel menyumpah serapahin pak polisi dan lembaga kepolisian.
Factor penyebabnya adalah bermacam-macam.
Ada yang ditilang padahal dia merasa tidak melanggar, atau merasa dijebak oleh pak polisi.
Ada loh kejadian yang seperti ini.
Misalnya pak polisi di ujung jalan mempersilakan atau bahkan memberi aba-aba kepada kendaraan bermotor untuk berjalan saja melewati lampu merah yang sedang menyala.
Eeeh lhadalah, Ternyata diseberang jalan yang lain pak polisi malah menilangnya, padahal kan pak polisi yang satunya sudah memberi ijin.
Ada loh kejadian seperti ini.
Ada juga pelanggar yang sebel karena pak polisinya sewaktu menilang malah menawarkan ‘perdamaian’. Tentunya saja yang dimaksud dengan perdamaian disini bukan perdamaian yang tidak ada harganya.
Perdamaian yang dimaksud disini adalah pengendara pelanggar aturan lalu lintas tidak perlu mengikuti prosedur yang berlaku untuk mengikuti sidang dan membayar denda tilang di persidangan, akan tetapi cukup memberikan uang damai kepada pak polisi.
Besarannya uang damai bermacam-macam tergantung dari tingkat pelanggaran yang dilakukan ataupun tergantung dari tingkat keberanian dari si pelanggar.
Uang damai untuk sepeda motor, berkisar antara duapuluh ribu sampai limapuluh ribu rupiah.
Tapi kalau pelanggar terlihat culun, pak polisi akan meminta uang damai langsung harga mati limapuluh ribu rupiah sampai cepek.
Tapi kalau pelanggarnya orang yang berani dan sudah biasa mengalami kejadian pelanggaran, biasanya dia berani ngasih salam tempel ke pak polisi cukup duapuluh ribu rupiah sajaa..
Nah inilah yang membuat sebel sebagian orang yang ditilang, khususnya orang yang berlaku lurus; polisi yang suka mencari-cari kesalahan dan yang suka malak atau mencari keuntungan sendiri lewat uang damai.
Mungkin inilah satu-satunya kata damai yang mempunyai arti yang tidak baik.
Memang bisa jadi pak polisi mencari ceperan atau uang tambahan dengan jalan uang damai seperti itu, mengingat kondisi kesejahteraan pak polisi yang – katanya – masih memprihatinkan.
Dan hal ini menjadi suatu titik noda yang mencoreng muka lembaga kepolisian di mata masyarakat.
Ketika saya disodori kata polisi, yang terlintas dalam benak saya adalah tilang, uang damai, urusan birokrasi yang belibet dan uang sogokan.
Kayaknya kok gak keren ya kalau kita cuman bisa mengkritik tapi tidak bisa kasih solusi.
Saya sempat kepikiran untuk menugaskan petugas KPK untuk juga ikutan mendampingi pak polisi yang melakukan tilang di tempat.
Mungkin kepolisian juga bisa menerbitkan peraturan besaran uang tilang yang bisa dibayar di tempat atau uang damai.
Nah ini kan ya bisa jadi uang atau pendapatan tambahan buat kepolisian, buat dibagi-bagi ke pak polisi yang – katanya – tingkat kesejahteraannya masih memprihatinkan.
Dan dengan didampingi orang KPK tentunya aliran masuk dana uang damai akan terawasi dengan baik, dan seandainya bisa diatur dengan baik, ini bisa menjadi dana abadi lembaga kepolisian, setelah sebagian disisihkan untuk memperbaiki kesejahteraan pak polisi.
Dengan adanya pendapatan tambahan yang resmi ini maka nantinya diharapkan kinerja pak polisi di lapangan menjadi lebih baik lagi, sehingga citra pak polisi di mata saya dan di mata masyarakat menjadi baik.
Akan tetapi, sayangnya, kan ya tidak mungkin petugas KPK terus-terusan ikutan mendampingi dan mengawasi pak polisi melakukan tilang di tempat. Bisa jadi setelah berjalan beberapa bulan, pihak KPK akan mulai mempercayai personil kepolisian untuk bisa berjalan sendiri.
Naaah..
Kemudian terpikir lagi, kalau sekiranya pak polisi dilepas sendirian lagi apa ada jaminan bahwa dia tidak akan mengembat atau menilep atau meng-korupsi uang hasil tilang di tempat itu?
Lha wong misalnya didampingi oleh pak petugas dari KPK aja bisa jadi terjadi kong kali kong diantara mereka, apatah lagi kalau sendirian..
Saya, dengan daya inisiasi yang dangkal mencoba untuk menyusun suatu prosedur ataupun cara agar pak polisi bisa melaksanakan pekerjaannya secara jujur, atau prosedur agar proses tilang di tempat bisa berproses dengan jujur.
Atau mungkin ada pak professor atau pak professional yang lain yang bisa membuat suatu prosedur untuk meningkatkan kinerja lembaga kepolisian ini, sehingga kinerja lembaga kepolisian bisa menjadi jujur dan transparan.
Dan, andaipun prosedur sudah dibuat, apa bisa seratus persen menjamin tidak ada lagi pak polisi nakal?
Prosedur atau alat kerja sehebat apapun, tetap saja nantinya akan tergantung juga pada mentalitas dari pelaksananya.
Man behind the guns..
Bagaimana dengan mentalitas pak polisi kita?
Silakan dijawab sendiri, tapi yang jelas sebenarnya masih banyak sekali pak polisi yang berlaku lurus dan jujur tapi tidak terekspose..
Mari kita tetap mendukung lembaga kepolisian menjadi lembaga yang beneran melindungi dan melayani masyarakat.
Tapi jangan tilang saya ya pak, motor saya masih bodong pak..